Ngabuburit Bareng PPIS Vol 3: Pinjaman Online dalam Perspektif Islam

Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melalui Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS) kembali menghadirkan program rutin Ngabuburit Bareng PPIS. Pada edisi kali ini, tema yang diangkat adalah “Pinjol dalam Perspektif Islam,” yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Official Unesa pada Selasa, 18 Maret 2025.
Dalam diskusi tersebut, Khusnul Fikriyah, dosen Program Studi Ekonomi Islam Unesa, menjelaskan bahwa Islam telah mengatur mekanisme utang secara jelas. Menurutnya, berutang diperbolehkan dalam kondisi darurat dengan syarat adanya niat untuk melunasi dan tidak mengandung unsur riba atau ziyadah yang dilarang dalam Islam.
Saat ini, perkembangan teknologi memungkinkan munculnya sistem utang berbasis digital, seperti pinjaman online (pinjol). Meski menawarkan kemudahan dan akses cepat, tidak sedikit masyarakat yang terjebak dalam skema pinjol tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya.
“Banyak yang menggunakan pinjol tanpa memahami bagaimana sistem pengembaliannya. Akibatnya, mereka terjerat dalam siklus utang yang sulit diselesaikan,” ujar dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Unesa itu.
Lebih lanjut, ia menyoroti dampak psikologis yang sering kali dialami oleh peminjam. Tekanan dari sistem penagihan yang agresif, bahkan cenderung menyerupai teror, tidak hanya dirasakan oleh peminjam, tetapi juga oleh orang-orang di sekitarnya. Tak jarang, pihak penagih menggunakan cara-cara yang tidak etis, seperti menagih utang melalui media sosial dengan menyebut instansi tempat peminjam bekerja atau berkuliah.
Selain tekanan mental, secara prinsip, pinjol umumnya mengandung unsur bunga atau riba, yang dalam Islam dinilai memberatkan dan dilarang. Pinjaman berbasis riba ini justru dapat memperburuk kondisi finansial peminjam, karena jumlah yang harus dikembalikan jauh lebih besar dari yang dipinjam.
Menurutnya, gaya hidup konsumtif menjadi salah satu faktor yang mendorong maraknya penggunaan pinjol. Banyak orang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sehingga dorongan emosional yang impulsif membuat mereka terjebak dalam lingkaran utang yang tidak berujung.
“Gali lubang tutup lubang. Pinjam dari satu tempat untuk melunasi utang di tempat lain, akhirnya siklusnya tidak pernah selesai,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa pinjol seharusnya menjadi pilihan terakhir, bukan solusi utama dalam menghadapi masalah keuangan. Diperlukan perencanaan keuangan yang matang serta solusi alternatif yang lebih aman agar tidak terjebak dalam jerat utang berbasis riba yang justru memperburuk kondisi ekonomi seseorang.
Share It On: